Aseksual: Mencintai Tanpa Hubungan Seks. Normal atau Kelainan?
Menurutmu apa
sih bedanya antara cinta dan seks? Sebagai kaum “normal” tentu hal ini penting.
Sepasang insan beda kelamin berikhitar untuk menjadi suami istri. Tentu
memiliki anak adalah tujuan selanjutnya. Di sinilah seks itu penting.
Akan tetapi
tidak jarang juga, seks menjadi penyebab utama dari ketertarikan pria dan
wanita. “Buset, seksi banget sih dia, gua pengen banget kawinin dia.”
Bagi manusia
yang berakhlak, seks tidak hanya sekedar proses reproduksi, namun juga menjadi
ajang rekreasi. Manusia yang menyadari kelebihannya ini (atau kelemahan)
akhirnya memutuskan bahwa perkawinan adalah hal suci yang harus dicatat di
catatan sipil.
Akan tetapi,
pernahkah kamu mengenal seseorang yang menikah bukan karena seks? Paling tidak
seks itu tidak penting-penting amat dalam sebuah hubungan? Hmmm, tidak banget
kali ya.
Nah, ternyata
di bumi ini, ada juga manusia seperti itu.
Dalam istilah
kedokteran, Aseksual Namanya. Ia bukanlah penyakit mental ataupun disebabkan
oleh kondisi medis yang membuat mereka kehilangan gairah dalam bercinta. Ini
hanyalah sebuah makna preferensi seksual.
Penyandang
Aseksual biasa disebut dengan “Ace.” Di seluruh dunia, tercatat sekitar 1
hingga 3% manusia yang memilih jalan hidup ini.
Mereka adalah
manusia yang memilih hidup dengan menempatkan kebutuhan seks bukan pada
prioritas utama. Mereka tidak memiliki ketertarikan seksual baik kepada lawan
jenis, maupun jenis kelamin yang sama.
Namun, bukan
berarti Ace adalah orang yang dingin dan tidak romantis. Mereka juga bisa jatuh
cinta. Bahkan mereka juga manusia normal yang bisa terangsang. Fungsi biologis
mereka juga normal-normal saja dan masih bisa bersenggama.
Aseksual
adalah orientasi seksual. Tidak ada bedanya dengan homoseksual, biseksual, dan
heteroseksual yang dianggap “normal.” Mungkin ada yang memperdebatkan bahwa homoseksual
dan biseksual adalah penyakit mental. Namun, masalah preferensi tidak
berhubungan dengan standar kesehatan sama sekali.
Seseorang
yang berpenyakit mental cenderung melakukan tindakan-tindakan yang bisa membahayakan
diri sendiri maupun orang lain. Nah, sepanjang tidak ada aksi yang menjurus ke
potensi kekerasan seksual terhadap orang lain atau diri sendiri sebagaimana
penderita depresi, maka preferensi mereka tentunya masih dianggap normal.
Aseksualitas ada pada spektrum beragam
yang menyangkut keinginan dan
ketertarikan terhadap hubungan.
Setiap individu akan menunjukkan gairah dengan cara yang sangat variatif.
Mereka membentuk hubungan intim secara emosional tanpa melihat jenis kelaminnya,
bahkan mungkin juga dengan benda personal lainnya.
Hubungan
intim bagi Ace adalah persahabatan yang akrab, mencintai dengan tulis, menyanyangi
dengan penuh kasih. Semuanya dilakukan dengan menempatkan hubungan seksual pada
kolom-kolom terakhir. Kalaupun persenggamaan terjadi, itu juga hanya untuk membangun
hubungan emosional dan bukan berdasarkan nafsu syahwat sebagaimana manusia
non-ace lainnya.
Bagi seorang
Ace, kebahagiaan pasangan adalah segalanya di atas kebahagiaan diri sendiri. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan rela
pasangannya berhubungan badan dengan orang lain.
Jangan
samakan ace dengan seorang yang memilih untuk hidup selibat, karena hidup
selibat adalah memutuskan untuk tidak melakukan kontak seksual secara sadar atas
nama agama.
Lantas apa
yang menyebabkan timbulnya sindrom ini?
Lebih banyak
muncul tanpa alasan, meskipun ada sebagian dari Ace yang mengakui adanya
kecemasan kontak seksual akibat tekanan sosial atau trauma masa lalu.
Sekali lagi
menjadi Ace adalah pilihan dan bukan penyakit. Jika mereka menganggap bahwa
seks bukanlah segalanya dan mencintai seseorang dengan tulus, maka seharusnya
hal ini dapat dianggap sebagai cinta sejati. Setuju?
SalamAngka™
Rudy Gunawan, B.A., CPS®
Numerolog Pertama di Indonesia –
versi Rekor MURI
Nyimak artikel mr. Angka 😁
BalasHapusRagu-ragu sih, kalau di tanya setuju apa nggak dengan pendapat ini🙄😂🙏☕
BalasHapusBanyak sekali pasangan yang seperti ini. Sexless Marriage.
BalasHapus