Dear Guru, Inilah 4 Tips Memaksimalkan Prinsip Perhatian Dalam Mengajar
![]() |
Menjemput perhatian siswa. Foto oleh Iqwan Alif dari Pexels |
“Kalau siswanya tak memperhatikan, bagaimana pembelajarannya mau efektif?”
“Kalau gurunya kurang perhatian, bagaimana siswa bisa merasakan aktivitas belajar?”
Perhatian, agaknya ini adalah salah satu prinsip dasar yang tak boleh
ditinggalkan dalam pembelajaran. Andai suasana belajar baik di kelas nyata
maupun kelas maya tidak menyertakan adanya perhatian, maka bisa jadi guru yang
mengajar hanya dapat lelahnya saja.
Sedangkan siswa? Ya, tanpa perhatian, bagaimana bisa proses transfer ilmu
berjalan dengan mulus. Alhasil, ilmu dan pengetahuan yang disampaikan oleh guru
terkesan “hanya lewat” di pikiran siswa. Mungkin materi belajar akan menempel
hingga beberapa menit, tapi seterusnya? Lupa!
Rugi dong kalau begitu? Yang namanya siswa mana kenal yang namanya untung
rugi dalam belajar di kelas. Yang mereka tahu adalah datang ke kelas, mengisi
presensi, dapat uang jajan, bisa bermain dengan teman, dan setelah itu mereka
pulang.
Jadi, para gurulah yang kiranya perlu memaksimalkan perhatian sebagai
salah satu prinsip utama dalam mengajar. Caranya? Baiklah, berikut akan penulis
hadirkan 4 tips untuk memaksimalkan prinsip perhatian.
Pertama, Ciptakan Suasana Kelas yang Nyaman
Untuk mendapat perhatian belajar yang lebih, baik guru maupun siswa perlu
menciptakan suasana kelas yang nyaman. Banyak hal yang mendukung terciptanya
kenyamanan. Mulai dari kebersihan kelas, kerapian segaram, pola duduk siswa,
hingga ketersediaan aliran udara yang cukup.
Masing-masing hal pendukung kenyamanan ini sejatinya perlu diperhatikan
oleh guru. Biasanya wali kelas yang lebih pro-aktif dalam memfasilitasi
kesiapan kelas untuk belajar.
Tapi, semua guru sejatinya adalah “wali kelas”, kan? Tentu saja. Maka
dari itu, semua guru berhak menciptakan kenyamanan di kelas. Entah itu kelas
nyata atau kelas maya, keduanya sama saja.
Kondisi kelas yang segar dan nyaman akan memudahkan guru untuk
mendapatkan perhatian belajar. Kan kalo enggak diperhatiin, guru jadi rawan
emosi dan kecewa. Eh, bukan baperan loh ya!
Kedua, Jalin Komunikasi Belajar-Mengajar Dua Arah
Salah satu alasan besar mengapa pemerintah selalu ngebet untuk
gonta-ganti kurikulum ialah, karena desain kurikulumnya kurang memberikan
kesempatan belajar-mengajar dua arah.
Boleh kita cek di kurikulum 1994 misalnya. Di sana ditekankan
pembelajaran muatan lokal, tapi sayang, gurunya saja yang lebih aktif menyuap
materi. Dampaknya? Ya, siswa jadi kurang perhatian karena belum tentu mereka
butuh dengan materi yang disampaikan oleh guru.
Kalau siswa sudah “tidak butuh”, bagaimana mereka bisa memaknai proses
belajar? Nah, di sinilah pentingnya usaha guru dalam memaksimalkan perhatian. Cara
ialah dengan sering-sering menjalin komunikasi kepada siswa.
Guru mengajar, siswa juga mengajar. Guru belajar, siswa juga belajar. Di dalam
kelas, guru perlu sering-sering memperhatikan siswa. Kalau siswa sudah muram
dan berasa ada asap di kepala mereka, guru perlu menyilakan siswa itu untuk
berkomunikasi. Toh, siswa bukan robot, kan?
Ketiga, Berikan Siswa Kesempatan untuk Berekspresi
Di kelas maya maupun kelas nyata, yang belajar dan yang butuh dengan
materi ajar adalah siswa. Artinya, yang dituntut lebih banyak gerak dan
berekpresi adalah siswa.
Jika guru gerak dan ekspresinya lebih banyak daripada siswa, agaknya ini
adalah proses mengajar yang mengkhawatirkan. Mengapa saya katakan demikian?
Guru yang terlalu aktif malah akan memudahkan dirinya untuk menjadi “penguasa”
kelas. Efeknya? Siswa jadi rawan pasif.
Nah, untuk menghindari kepasifan ini, guru perlu memberikan siswa
kesempatan untuk berekspresi. Ketika ada isu-isu faktual dan aktual, guru boleh
menyilakan siswa untuk mengungkapkan pandangannya.
Guru jangan betah dengan ilmu secara teori, tapi juga berusaha untuk
memetik hikmah dari kejadian. Dan kalau bisa, siswa yang memetik hikmah
tersebut, sedangkan guru yang menuntun para siswa. Pasti deh, jika proses
belajar seperti itu, pasti joss banget.
Keempat, Hadirkan Metode Mengajar yang Bervariasi
Kalau kita berbicara tentang metode mengajar, dapat dikatakan bahwa
metode mengajar yang kreatif itu banyak. Tapi, kalau yang kita bicarakan adalah
pelaksanaan metode mengajar, maka belum tentu kreativitas yang terkandung dalam
metode tersebut bisa menghadirkan perhatian yang utuh.
Mengapa demikian? Bisa jadi, metode ajar yang guru gunakan itu kurang
bervariasi. Misalnya, metode ceramah dipakai lebih dari 15 menit. Misalnya
lagi, metode bermain digunakan hingga 2 jam pelajaran.
Metodenya bagus, tapi kalau variasinya kurang, maka siswa akan mudah
bosan, kan?
Di sinilah pentingnya guru dalam menghadirkan variasi metode pembelajaran.
Saya percaya, semua metode pembelajaran yang ada di buku-buku pedoman guru itu
kreatif dan bisa dimaksimalkan untuk mendapatkan perhatian siswa secara utuh.
Jika keempat tips ini bisa ditempuh dengan semangat dan keikhlasan
mengajar, insya Allah guru akan lebih mudah mendapatkan perhatian siswa dalam
proses pembelajaran.
Salam. Semoga bermanfaat.
Pak guru memang TOP 😁
BalasHapusMakasih, Bu Dinni atas apresiasinya :-)
HapusTerima kasih untuk artikelnya pak Guru☺️ izin share ya..
BalasHapusAhsiap mantab. Makasih ya Pak :-)
HapusMaster pendidikan 👍💪
BalasHapusAamiin. Makasih doanya bu😊
HapusToop 👍👍👍
BalasHapusJazakallahu khai, ustadz 😊
HapusTerima kasih Pak guru
BalasHapusTerima kasih kembali, Bu Ester😊
HapusBravo 👍🏻
BalasHapusAsik mantab. Makasih bu Widz 😊
Hapusselalu mantul artikelnya...
BalasHapusMakasih, mbak Nita 😀
HapusAjib ajib
BalasHapusTerimakasih atas ilmunya pak guru
Alhamdulillah, wa barakallah.
HapusMakasih, Kang Miftahalbarbasy